KOMODITAS UNGGALAN BUAH PALA

Print Friendly and PDF
KOMODITAS UNGGALAN BUAH PALA

PALA

Maluku Utara identik dengan rempah-rempah. Pala Maluku Utara telah menjadi pemasok komoditas ekspor, meski belum bisa diekspor langsung dari Maluku Utara. Sebagian besar pala Maluku Utara dikirim ke Surabaya atau Bitung terlebih dahulu, baru kemudian diekspor. Berdasarkan data IQFast (Indonesia Quarantine Full Automation System) Balai Karantina Pertanian Kelas II Ternate, pala termasuk dalam lima besar komoditas yang dilalulintaskan keluar. Pada tahun 2019, tercatat biji pala Maluku Utara yang dilalulintaskan keluar sebanyak 2.712.999 kg. Jika diasumsikan harga biji pala kering Rp. 60.000,-/kg di tingkat petani, maka potensi ekonomi dari pala Maluku Utara pada tahun 2019 mencapai 162 milyar rupiah. Diperkirakan pada tahun 2020 ini akan terjadi peningkatan, mengingat data lalu lintas biji pala dari Januari hingga Juni 2020 telah mencapai 1.775.279 kg, meningkat 58% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sebenarnya, potensi ekspor pala Maluku Utara cukup besar. Pasarnya pun cukup luas. Berbagai negara di Uni Eropa berminat dengan pala kita karena selain memiliki aroma dan cita rasa yang khas, juga rendemen minyak yang tinggi. Di negara tujuan ekspor, pala digunakan sebagai bahan baku industri obat-obatan, parfum, dan kosmetika. Hanya saja, secara nasional memang ada kendala terkait kualitas dan mutu pala kita. Beberapa kali pala Indonesia mengalami penolakan di Uni Eropa karena kandungan aflatoksin yang melebihi ambang batas yang telah ditetapkan. Aflatoksin merupakan senyawa racun yang dihasilkan oleh cendawan (mikotoksin) golongan Aspergillus. Aflatoksin cukup berbahaya dan berpotensi mengancam kehidupan manusia serta hewan karena bersifat karsinogenik (dapat menimbulkan kanker). Aflatoksin sebenarnya berkaitan dengan penanganan pascapanen. Maklum saja, sebagian besar pala kita dihasilkan dari perkebunan rakyat yang masih tradisional, menggunakan peralatan sederhana, dan minim teknologi sehingga faktor higienitas, pengeringan, kondisi penyimpanan masih perlu diperhatikan.Petani juga sebaiknya dikenalkan dengan Good Agricultural Practices (GAP), sistem sertifikasi dalam praktik budidaya tanaman yang baik sesuai standar yang telah ditentukan. GAP menetapkan standar proses produksi pertanian dengan teknologi maju, ramah lingkungan, dan berkelanjutan sehingga menghasilkan produk panen yang aman dikonsumsi dengan memperhatikan kesejahteraan pekerja dan petani.