BUDAYA MENANAM PADI HUMA

Print Friendly and PDF
BUDAYA MENANAM PADI HUMA

Menanam Padi Huma

Kabupaten Halmahera Barat, yang merupakan salah satu sistem pertanian tradisional yang masih dapat dijumpai hinga kini. Padi huma yang berusia tanam antara 3.65 — 3.8o hari. prosesi penanaman yang mensyaratkan adanya kerja budaya secara bersama. Semangat gotong royong inilah yang menjadi jiwa dalam pertanian padi huma. Sejak dari pertama menanam benih hingga panen serta upacara Waleng sebagai pesta pasca panen, selalu dilakukan se­cara bersama-sama.

Dahulu sistem pertanian padi huma di Maluku Utara juga ber­langsung di Galela Halmahera Utara dan di Pulau Makian Halma­hera Selatan, sehingga dari setiap tempat tersebut dikenal beras dengan sebutan Beras Sahu, Beras Galela, dan Beras Makian. Pada pertanian padi huma Maluku Utara dikenal jenis-jenis padi loka I yaitu kapuraca (jenis padi yang berbiji bulat besar, meman­carkan bau betras yang kuat, dan memiliki masa tanam selama 6 bulan), kayoan (juga bermasa tanam 6 bulan dengan butir be­sar), kayeli (6 bulan masa tanam), jongodi/dingodi (berbutir kecil dengan masa tanam selama 3 bulan, dan merupakan jenis yang paling enak dari semua jenis), serta 2 jenis beras ketan yang juga bermasa tanam selama 6 bulan. Begitu pula perlengkapan tradisional yang digunakan, contohnya adalah ani-ani alat pemotong padi yang dalam bahasa Sahu dike­nal sebagai utu-utu. Kelimpahan hasil panen yang disimpan da­lam lumbung yang oleh masyarakat dikenal sebagai titila, dan sisa padi hasil tapisan yang belum hancur disimpan dalam bambu yang disebut gogoru, dan akan disajikan kepada tamu dengan cara ditumbuk di dalam lesung tumbuk secara perlahan.